Munjungan adalah salah satu kecamatan paling selatan Kabupaten Trenggalek. Wilayahnya terkenal sebagai kecamatan dengan medan tempuh paling sulit. Salah satunya karena untuk menuju ke kecamatan ini, orang dari kota Trenggalek harus melalui jalan yang curam sekali dengan tingkat kesulitan yang luar biasa.
Dalam catatan sejarah Kepemiluan di Kabupaten Trenggalek, tidak pernah ada komisioner yang berasal dari Munjungan. Hingga kemudian hadirlah sosok Imam Nurhadi, tokoh pemuda Munjungan yang tiba-tiba lolos seleksi KPU Kabupaten yang menjalankan serangkalain tes mulai awal Mei 2019 lalu. Ketika ia dilantik, maka ia mencatat sejarah. “Inilah pertama kali dalam sejarah, ada perwakilan Munjungan di komisi Pemilihan Umum Kabupaten Trenggalek, sehingga tidak ada gerakan Munjungan pisah dari Trenggalek lagi”, gurau Nurani, komisioner KPU dalam sebuah acara perkanalan.
Sebagaimana keempat komisioner lainnya, Imam Nurhadi juga pernah lama menjalani proses pendidikan di luar Trenggalek. Jika yang lain pernah kuliah di Surabaya, Tulungagung, dan Jember yang masih Jawa Timur, Imam Nurhadi justru berproses di Yogyakarta selama menempuh pendidikan sarjana di Uiversitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta (UIN Suka). Ia mengambil jurusan Sosiologi di kampus itu.
Di Yogyakarta, ia aktif baik di organisasi intra kampus maupun ekstra kampus. Selama di Yogyakarta, ia pernah menjabat sebagai Wakil Ketua BEM J PMI UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (2002-2004). Di luar kampus ia menjadi Ketua I Remaja Masjid Balai Kota Yogyakarta (2003-2005) dan Dewan Kehormatan Remja Masjid Balai Kota Yogyakarta (2005-2007).
Sedangkan di luar kampus ia aktif di Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Yogyakarta (2001-2005) lalu setelah itu ia juga menjadi Ketua IKAPMI UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (2005 – 2007). Ia juga berproses di lembaga sipil yang bergerak di bidang Hak Asasi Manusia, tercatat ia pernah menjadi Manager Project FOPPERHAM pada tahun 2005 hingga 2007.
Layaknya seorang yang terjun di dunia aktivisme, sejak pulang kampung di tahun 2007 iapun tak bisa tidak punya modal dan kapasitas besar untuk berperan si masyarakat Munjungan tempat ia lahir dan dibesarkan. Organisasi adalah alat yang ia pakai untuk berkiprah. Tercatat, ia menjadi Ketua Ranting GP. Ansor di desanya, Desa Karangturi (2008-2012). Kemudian naik “pangkat” ke pengurus tingkat kecamatan, di mana ia menjadi Wakil PAC. GP. Ansor Munjungan sejak 2012 hingga 2017. Sebua lompatan karier organisasional yang konsisten, sebab ia menjadi Sekretaris GP Ansor Cabang Trenggalek, dan pada saat yang sama juga menjadi Ketua PAC. GP. Ansor Munjungan (2017-2019).
Sebenarya ia juga diterima sebagai Pekerja Sosial (Peksos) di Madiun pada tahun 2012. Ia juga menjadi anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Desa Karangturi periode 2008-2014. Jadi, ia juga harus berbagi waktu dengan kegiatan yang ada di kampungnya sendiri. Hingga kemudian dilantik sebagai Komisioner KPU Kabupaten Trenggalek, ia harus segera mengurusi proses pengunduran diri sebagai Guru MA Nurul Ulum Munjungan dan Kepala MI Miftahul Huda Munjungan.
Berbekal pengalaman menjadi panitia Pemilu baik di TPS, tingkat desa, hingga tingkat kecamatan, ia ditakdirkan menjadi orang yang beruntung karena terpilih sebagai komisioner KPU Trenggalek. Pria kelahiran 24 Oktober 1982 ini begitu masuk KPU langsung disubukkan dengan kegiatan persengketaan hasil Pemilu 2019 yang membuatnya harus bolak-balik ke Jakarta dalam mengikuti dan mengawal Sidang Mahkamah Konstitusi (MK). Posisinya sebagai Divisi Hukum dan Pengawasan bertanggungjawab untuk mengawal putusan MK terkait dengan gugatan dari partai politik di Trenggalek.
Saat ini ia masih tinggal di Dusun Nayu RT. 10 RW. 02 Desa Karangturi Kecamatan Munjungan Kabupaten Trenggalek. Pria yang bertubuh paling tinggi di antara lima komisioner KPU Trenggalek ini dikaruniai dua orang putra dari pernikahannya dengan Lilis, perempuan yang dikenalnya di kota tempatnya kuliah. [Hupmas]
Selengkapnya