
VALIDITAS DATA PEMILIH, PERLU FASILITASI UNTUK MEMUDAHKAN PENGURUSAN AKTA KEMATIAN
Berbagai isu tentang pemutakhiran data pemilih muncul dalam acara sosialisasi Pemutakhiran Data Pemilih Berkelanjutan yang diadakan KPU kabupaten Trenggalek hari ini (Rabu, 24/05/2017). Salah satunya adalah soal kenapa dari tiap tahapan pemilu ke pemilu berikutnya, selalu muncul nama orang yang sudah meninggal dan dicoret dalam pemutakhiran data oleh petugas di lapangan.
Sebagamana dijelaskan oleh Gembong Derita Hadi divisi Program dan Data KPU Kabupaten Trenggalek, menurut analisisnya hal itu terjadi karena Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) tidak mencoret nama orang yang meninggal dalam database kependudukan selama almarhum masih belum diuruskan Akta Kematian oleh keluarga atau saudara si almarhum. Jadi, orang yangmeninggal, selama akta kematiannya tak diurus, ya namanya akan tetap ada.
Sedangkan, data kependudukan itu akan disetor ke pusat (Kemendagri). Dan data dari Kemendagri inilah yang dalam tahapan pemilu nanti jadi basis data bagi Daftar Penduduk Pemilih Potensial (DP4) yang diserahkan kepada KPU RI. Kemudian KPU RI akan menyerahkan DP4 pada KPU daerah. Di posisi ini, data yang diterima tentunya masih terdapat data orang yang sudah meninggal. Pada hal data orang yang meninggal itu dulunya, dalam pemilu sebelumnya, sudah dicoret oleh petugas dari KPU daerah.
Menanggapi hal ini, perwakilan dari Disdukcapil, Nur, mengatakan bahwa memang kesadaran untuk melaporkan akta kematian rendah sekali. Salah satunya karena tidak ada kepentingan dari keluarga untuk mengurus hal itu. Karena itu, menurut Nur, seharusnya ada intervensi atau fasilitasi dari pemerintah desa untuk membuat kematian bisa diuruskan aktanya.
Akte Kematian memang bermanfaat bagi warga yang ingin mendapatkan manfaat dari akta itu untuk mengurus sesuatu. Misalnya, bagi janda atau duda (terutama bagi Pegawai Negeri) diperlukan sebagai syarat dalam menikah lagi. Akta kematian juga bis adigunakan untuk persyaratan pengurusan pembagian waris, baik bagi isteri atau suami maupun anak. Ia diperlukan untuk mengurus pensiun bagi ahli warisnya. Selain itu Akta Kematian juga untuk mengurus uang duka, tunjangan kecelakaan, Taspen, Asuransi dan lain sebagainya.
Pada kenyataannya tidak semua warga punya kepentingan untuk mengurus akta kematian guna mendapatkan manfaat dari tindakan itu. Selain itu, mengurus akta kematian harus di kantor Disdukcapil yang jaraknya bisa jadi sangat jauh bagi warga yang letaknya di daerah pinggiran.
Gembong mengatakan bahwa masalah ini memang bukan masalah satu pihak saja. Juga tidak boleh saling menyalahkan. Karena satu masalah adalah masalah bersama. Ia setuju bahwa pihak pemerintah desa juga harus ikut membantu kemudahan mengurus akte kematian ini. Pemerintah daerah, terutama Disdukcapil, juga harus terus memperbaiki pelayanannya untuk memudahkan warga mengurus hal hal yang berkaitan dengan administrasi kependudukan. “Ini adalah masalah kita bersama, tak boleh saling meyakinkan”, tegasnya. [Hupmas]