
LEBIH JAUH TENTANG GERAKAN LITERASI : MENDUKUNG LITERASI POLITIK (POLITICAL LITERACY) DAN PARTISIPASI MASYARAKAT
Tim Hupmas KPU Kabupaten Trenggalek tertarik untuk mengetahui lebih jauh tentang Gerakan Literasi yang akhir-akhir ini semarak di berbagai daerah, termasuk Trenggalek.
Komisioner KPU Kabupaten Trenggalek, Nurani, mengatakan bahwa gerakan literasi semakin semarak dan mendapatkan dukungan dari berbagai lembaga termasuk pemerintah yang menyusun secara khusus tentang konsep literasi di sekolah. “Mugkin KPU RI juga perlu menyusun agenda literasi politik, terutama untuk pemilih dan peserta pemilu, meskipun konsepnya harus dibahas secara lebih mendalam”, ungkap Nurani ketika ditemui Tim Hupmas di meja kerjanya kemarin sore.
Nurani menerangkan bahwa dulunya yang dimaksud “buta huruf” (illiterate) adalah ketidakmampuan dalam hal membaca dan menulis. Sekarang pengertian tentang “illiterate” bukan lagi ketidakmampuan baca-tulis, melainkan ketidakmampuan dalam hal mengakses informasi untuk menambah wawasan, kecerdasan, pemahaman yang lebih utuh, ketrampilan menggunakan bahasa dan pengetahuan untuk mengatasi suatu permasalahan.
Nurani menunjukkan bagaimana UNESCO mendefinisikan literasi (literacy) sebagai “ability to identify, understand, interpret, create, communicate and compute, using printed and written materials associated with varying contexts”. Dalam pengertian UNESCO tersebut, literasi melibatkan proses pembelajaran yang bisa membuat individu dapat menggapai tujuannya, mengembangkan pengetahuan dan potensinya, dan membuatnya mampu berpartisipasi secara penuh dalam masyarakatnya secara lebih luas (“enabling individuals to achieve their goals, to develop their knowledge and potential, and to participate fully in their community and wider society”). Dari sinilah Nurani mengatakan hubungan gerakan literasi dan partisipasi masyarakat amat dekat sekali. “Dilihat dari definisi itu, frase “participate fully” atau berpartisipasi secara penuh dalam kehidupan menjadi kunci dari tujuan gerakan literasi itu sendiri”, tegasnya.
Nurani mengungkapkan bahwa kondisi masyarakat kita literasinya amat rendah, bahkan dari tahun ke tahun menunjukkan bahwa tingkat berliterasi kita kian kalah jauh dengan masyarakat lain. Nurani menerangkan, menurut pemeringkatan terbaru kita malah kian terpuruk dalam budaya literasi. Menurut data World's Most Literate Nations 2016, peringkat literasi kita berada di posisi kedua terbawah dari 61 negara yang diteliti! Indonesia hanya lebih baik dari Bostwana, negara di kawasan selatan Afrika. Aspek yang diuji dari penelitian tersebut antara lain mencakup lima kategori, yaitu: perpustakaan, koran, input sistem pendidikan, output sistem pendidikan, dan ketersediaan komputer.
“Jadi tak mengherankan jika partisipasi politik kita rendah baik dalam makna kuantitas maupun kualitas, dan hasil dari proses partisipasi politik yaitu pemilu juga kurang memuaskan rakyat, ya karena literasi kita rendah itu”, tegas pria asal Kecamatan Watulimo ini. Ia menambahkan lagi bahwa literasi politik harus menjadi perhatian utama bagi semua pihak, dan hal itu bisa dilakukan dengan berjejaring dengan gerakan literasi yang mulai semarak di berbagai tempat. [Hupmas]