NURANI: LITERASI POLITIK ADALAH SOLUSI DARI PERSOALAN POLITIK DAN DEMOKRASI DI INDONESIA

TRENGGALEK— Literasi politik sangat dibutuhkan ketika dunia politik mengalami iliterasi politik atau kehilangan kemampuan berliterasi. Iliterasi politik terjadi saat tradisi membaca, menulis, dan berpikir kritis hilang dari dunia politik kita. Sehingga, komunikasi dan sikap atau tindakan politik terkesan hanya dipenuhi dengan kepentingan pragmatis dan jauh dari idealisme serta perbincangan tentang nasib orang banyak.

Hal itu disampaikan oleh Nurani, komisioner yang membidangi Pendidikan Pemilih dan Partisipasi di KPU kabupaten Trenggalek. Pernyataan itu terlontar saat ia memberikan materi tentang literasi politik dalam acara yang bertajuk Pelatihan Menulis Esai Literasi Politik yang diselenggarakan oleh Kantor Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupaten Trenggalek pada Hari Senin, tanggal 10 Oktober 2022.

Dalam paparannya tentang “Literasi Politik: Mengisi  Ruang Politik dengan Idealisme, Gagasan Kritis, dan Aksi-Demokrasi Partisipatoris”, ia memamaprkan kondisi literasi politik antara masyarakat yang maju dengan masyarakat Indonesia, juga antara jaman pergerakan dan jaman kemerdekaan dengan era kekinian. Nurani menegaskan bahwa peran revolusi dan perubahan politik jaman dulu selalu digerakkan oleh kekuatan literasi para aktivisnya. 

Ia mencontohkan bagaimana revolusi Amerika Serikat tak lepas dari tulisan yang disebarkan di masyarakat yang membuat ide-ide perubahan dan demokrasi bisa menyebar ke masyarakat. Diuraikan tentang bagaimana Karya Thomas Paine, ‘Common Sense’, pamflet setebal 47 halaman terbit pertama 10 Januari 1776, sebelum Kemerdekaan AS jatuh pada  4 Juli 1776. “Bayangkan, dalam tiga bulan terjual 12.000 eksemplar, pada hal populasi total orang dewasa di benua itu saat itu adalah 400.000”, papar Nurani.  

Ia juga membandingkan bagaiman apara aktivis yang kemudian menjadi para pendiri bangsa Indonesia juga merupakan para pembaca dan penulis. Para tokoh waktu itu, kata Nurani, hampir semuanya adalah pembaca dan kemudian menulis. Dari tulisan-tulisan itulah ide kebangsaan muncul. “Dan dari tulisan itulah, ide-ide demokrasi muncul dengan diikuti meningkatnya kesadaran masyarakat untuk berpartisipasi aktif di bidang politik”, imbuhnya.

Itulah yang menurut Nurani melatarbelakangki  munculnya program Literasi Politik yang dilakukan oleh Kantor Kesbangpol yang mereplikasi program Literasi Demokrasi KPU Kabupaten Trenggalek. Ia menyampaikan bahwa kemampuan menulis dan bersuara kritis yang salah satunya disampaikan lewat tulisan memiliki kekuatan yang luar biasa, apalagi di era milenial di mana tiap orang semakin dekat dengan smartphone dan memudahkan penyebaran tulisan lewat media social. “Yang harus diciptakan dan kalau bisa adalah para penulis yang punya nalar kritis dan berikiran rasional, ini yang harus diperbanyak agar dunia medsos dipenuhi pemikiran kritis disbanding hoaks dan pikiran yang tak masuk akal yang bisa meracuni masyarakat”, tegas pria berputra dua ini.

Dalam kegiatan ini, Nurani juga memberikan apresiasi terhadap karya-karya yang masuk yang nanti semuanya akan dibukukan menjadi buku dan tiga karya terpilih akan mendapatkan hadiah serta dimuat di koran Jawa Pos-Radar Trenggalek group. Ia melakukan evaluasi terhadap kekurangan yang ada pada tulisan-tulisan karya peserta dan memberikan kiat-kiat agar penulisan menjadi bagus. Ia mulai dari cara memilih judul, menyampaikan gagasan, gaya Bahasa, hingga kaidah kepenulisan. [Ruf]

Bagikan:

facebook twitter whatapps

Dilihat 152 Kali.