KETUA ASOSIASI KEPALA DESA MENGUSULKAN PERUBAHAN DAPIL UNTUK DPRD TRENGGALEK
Salah satu tanggapan terhadap pemetaan Daerah Pemilihan (Dapil) untuk kursi DPRD Kabupaten Trenggalek dalam Pemilu 2019 yang diselenggarakan oleh KPU Kabupaten Trenggalek hari ini di Hotel Jaaz Permai datang dari ketua Asosiasi Kepala Desa (AKD) Trenggalek, Puryono. Menanggapi pemaparan dari pemateri, Suripto Ketua KPU Kabupaten Trenggalek yang juga sekaligus Divisi Teknis, ia tidak setuju apabila Trenggalek dibagi menjadi 4 Dapil dengan komposisi seperti pemilu legeslatif 2014.
Puryono menganggap bahwa pemetaan Dapil Pileg 2014 dibuat elitis dan hanya memenuhi kepentingan politisi “status quo”. Meski ia tidak memperjelas argumennya tentang korelasi antara Dapil dengan kepentingan politik elitis yang dimaksud, ia menganggap bahwa Dapil yang ada selama ini membawa dampak buruk terhadap hubungan pihak yang terpilih (DPRD) dengan rakyatnya, terutama karena pembagian Dapil memisahkan satu kecamatan dengan kecamatan yang tidak “nyambung”. Ia mencontohkan, Munjungan seharusnya satu Dapil dengan Kampak dan Gandusari karena “saudara serumpun”. Sedangkan, Kecamatan Munjungan dan Kecamatan Dongko. “Munjungan dengan Dongko itu jalannya sulit, akibatnya DPRD yang terpilih hanya ngurusi kecamatannya sendiri, itupun bagi yang mau ngurusi rakyatnya”, tegas Kepala Desa Karangturi Kecamatan Munjungan itu.
Menanggapi hal ini, Suripto mengatakan bahwa perlu diperhatikan bahwa prinsip penyusunan Dapil itu didasarkan pada peraturan dan undang-undang, dengan mempertimbangkan prinsip kesetaraan nilai suara dan jika penggabungan antar kecamatan dengan komposisi baru dilakukan maka juga tidak bisa bertentangan dengan prinsip-prinsip yang ada. Suripto menawarkan, jika memang ada usulan baru, sebaiknya dibuat secara sistematis dengan mempertimbangan prinsip-prinsip pemetaan Dapil. Ia mempersilahkan Ketua AKD bersama lurah yang lain membuat masukan tertulis, jika pemetaan Dapil yang telah disusun dianggap merugikan kepala desa dan msayarakat.
Sementara itu Nurani, Divisi Partisipasi Masyarakat dan Sumber Daya Manusia KPU Kabupaten Trenggalek, menanggapi dengan menyatakan bahwa kondisi tidak merakyatnya atau kurang pedulinya calon DPRD terpilih dengan kecamatan lain selain Dapilnya bukan hanya disebabkan oleh faktor Dapil saja, terutama disebabkan medan yang sulit saja. Untuk Dapil yang medannya sama-sama enak, juga bisa saja terjadi seperti itu. Nurani menegaskan bahwa fenomena tidak merakyatnya wakil rakyat, jika memang dianggap demikian, bukanlah fenomena Dapil, tapi memang ada faktor lain seperti “hihg cost-politic” dalam pemilihan. “Keterasingan wakil rakyat dengan rakyat dalam sistem demokrasi kerakyatan adalah fenomena komunikasi antara dua pihak, dan ini tak sepenuhnya karena sulitnya medan antar wilayah dalam satu Dapil”, tegas Nurani.
Ditambahkan bahwa jika merubah salah satu Dapil menjadi Dapil baru dengan komposisi berbeda, maka akibatnya juga akan menyulitkan penggabungan antar kecamatan lainnya dalam membentukDapil lainnya. Misalkan, contoh Nurani, Kecamatan Munjungan dengan Kecamatan Watulimo jauh lebih sulit medannya dibanding dengan Kecamatan Munjungan ke Dongko, atau Munjungan ke Panggul.
Perdebatan berakhir dengan kesepakatan bahwa pihak yang tidak setuju dengan Dapil lama yang sudah jadi bahan diskusi sebelumnya diharapkan mengusulkan dapil baru dengan dirasionalisasi berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang matang. Yang akan juga dilampirkan nantinya ketika KPU Kabupaten Trenggalek mengirimkan hasil pemetaan Dapil ke KPU RI. “Tentunya wewenang terakhir tetep ada di wilayah KPU RI sebagaimana diatur dalam undang-undang”, kata Suripto. [Hupmas]